
Tugu kapal Pinisi di Anjungan Losari Makassar
Bermula dari kegemaran dan gairah kreatifitas, kerja yang banyak digerakkan oleh anak-anak muda ini terus bertumbuh semakin membesar. Dengan bekal kerja keras dan modal seadanya, mereka membangun bisnis berbasis imajinasi dan kreativitas yang di era sebelumnya belum banyak dikenal.
Smartcitymakassar.com – Makassar – GEMURUH kekuatan ekonomi kreatif ini memang pantas mendapat decak kagum. Bagaimana tidak, banyak dari bisnis ini yang semula dikelola dengan spirit kekuatan passion semata, kini telah berkembang menjadi bisnis raksasa. Mulai dari bisnis pakaian, makanan, adibusana, konten digital, desain grafis, musik, hingga film. Kini orang-orang kemudian mengenalnya dengan kekuatan ekonomi gelombang keempat.
Tidak mengherankan bila kekuatan ekonomi gelombang keempat ini telah menjadi zona ekonomi primadona dunia. Bagaimana pun, era saat ini memang telah memasuki era di mana ekonomi berbasis pengetahuan telah menjadi pemicu bergeraknya sebuah negara atau kawasan. Inilah abad yang membutuhkan modal sumber daya manusia (SDM) yang kreatif dan bertalenta.
Menyadari potensi besar di sektor ekonomi kreatif ini, pemerintah sejak tahun 2008 lalu telah menyusun cetak biru pengembangan ekonomi kreatif. Pada tahun 2011, dari data yang tersedia menyebutkan bahwa industri kreatif ini telah mulai menyumbang tujuh persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini semakin membesar di tahun-tahun ke depan mengingat sektor ini semakin memiliki topangan pasar dunia yang sangat luas.
Dalam pendekatan teori ekonomi, setidaknya ada empat gelombang pembangunan ekonomi dunia. Gelombang pertama adalah pertanian, selanjutnya era industrialisasi, kemudian dilanjutkan dengan era ekonomi berbasis informasi dan pengetahuan, dan yang terakhir adalah era ekonomi kreatif. Pada prinsipnya, ekonomi kreatif adalah ekonomi yang menggunakan pengetahuan dan teknologi yang ada untuk mendapatkan nilai tambah yang tinggi.
Sampai saat ini, pemerintah membagi ekonomi kreatif dalam delapan sektor, yakni seni rupa, arsitektur, seni pertunjukan, media konten, desain, industri musik, fashion dan perfilman. Kemudian di dalam sektor tersebut berbagi lagi menjadi puluhan sub-sektor lagi, seperti kuliner, iklan, percetakan dan penerbitan, kerajinan dan lain-lain.
Pertumbuhan pesat ekonomi kreatif ini bagaimana pun harus ditunjang oleh dukungan penuh pemerintah, terutama pemerintah di daerah. Pada masa kerja Menteri Parawisata dan Ekonomi Kreatif masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Mari E. Pangestu, gugus kreatif di tingkat daerah telah mulai terbentuk dan berjalan. Gugus kreatif inilah yang kemudian meletakkan peta ekonomi kreatif di tiap daerah berdasarkan kekuatan yang dimiliki daerah masing-masing.
Hal yang menarik dari gerakan ekonomi kreatif ini adalah munculnya fenomena kelompok-kelompok komunitas yang saling berinteraksi dalam ide-ide kreatif. Di kota Makassar, komunitas-komunitas ini banyak ditemui di ruang-ruang publik atau di warung kopi (warkop) yang tertebaran di kota ini. Sebutlah salah satu diantaranya adalah komunitas Yayasan Makassar Sekalia, yang memayungi berbagai ragam komunitas di Makassar untuk bergerak kreatif membuat proyek pengerjaan kapal Pinisi sebagai media edukatif generasi muda.
Kerja pemerintah daerah untuk mendukung serta memberi ruang bagi atmosfer tumbuh kembangnya ekonomi kreatif menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Pemerintah kota (Pemkot) Makassar telah menyadari hal tersebut. Berbagai macam gelaran dan festival pernah dilakukan Pemkot Makassar untuk membuka ruang kreativitas dari ekonomi gelombang keempat ini. Festival Culinary Night, Eat and Run serta menjadikan Batik Lontara sebagai produk batik andalan Makassar merupakan contoh kecil dan yang paling fenomenal adalah Makassar International Eight Festival & Forum atau Makassar F8.
Satu hal yang masih belum terpetakan dengan baik adalah kekuatan ekonomi kreatif dalam sub-sektor mana yang menjadi fokus kekuatan Makassar. Di samping itu, data dari Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar tentang pertumbuhan sektor ini juga belum tersedia. Padahal, data tersebut sangat penting karena dari sanalah pijakan pemerintah untuk bisa bergerak memberi ruang dukungan. Kota Bandung misalnya, kuat sub-sektor digital, arsitektur dan desain. Yogyakarta dan Bali dikenal sebagai sentra kerajinan seni dan budaya. Kota Malang banyak melahirkan animator, sedangkan Solo sangat giat mengembangkankan seni tari dan musik tradisional.
Sebagaimana peluang besar dibidang lain, gemuruh ekonomi kreatif ini juga menyimpan tantangan yang besar. Salah satu tantangan yang sangat krusial saat ini adalah infrastruktur teknologi informasi negara ini yang belum mampu bersaing dengan negara lain. Berdasarkan peringkat Digital Economy, Indonesia masih berada di posisi 65 dari 70 negara. Semua itu menjadi kendala karena dalam ekonomi kreatif, penggunaan teknologi informasi adalah bagian terpenting kerja ekonomi ini.
Hambatan yang lain adalah permodalan. Selama ini modal pengembangan ekonomi kreatif masih bersifat komersil murni atau lewat pribadi, sehingga pengembangannya sangat terbatas. Bahkan, dalam beberapa kasus, banyak dari pelaku ekonomi kreatif ini tidak mampu memperoleh pinjaman permodalan yang baik. Padahal ke depan, gerak perekonomian dunia semakin melaju ke zona ekonomi ini dan dinamika globalisasi sudah tidak lagi mengenal batas teritorial negara. Bila tak diantisipasi maka pelaku ekonomi kreatif daerah menjadi semakin terpinggirkan.
Dengan dukungan anak-anak muda yang kreatif dan bertalenta itu, juga kepedulian pemerintah daerah maka Indonesia sangat memiliki potensi besar untuk menjadi ‘raksasa’ di dunia ekonomi kreatif ini. Bagaimana tidak, negeri ini telah memiliki kekayaan budaya yang unggul dan beraneka-ragam. Di samping itu, tingkat konsumsi dalam negeri yang sangat tinggi serta yang paling berperan adalah jumlah kaum muda yang melimpah.
Pada Mulanya adalah Passion
DIMULAI dari gairah kecintaan serta kerja keras yang luput dari hingar-bingar seremonial, anak-anak muda menggelindingkan ekonomi berbasis kreatifitas. Hasilnya memang luar biasa. Dunia kemudian mengidentifikasinya sebagai gelombang ekonomi keempat yang ke depan akan menjadi penentu gerak perekonomian dunia.
Di kota Makassar, ‘angin perubahan’ itupun mulai terasa. Berbagai geliat kegiatan yang berbasis kreatifitas userta kecerdasan pengetahuan diusung oleh anak-anakk muda Makassar. Mereka bekerja diam-diam. Tanpa gemerlap publikasi media serta bermodal kecintaan dari dunia yang ditekuninya, anak-anak muda ini meletakkan ‘batu pondasi’ kekuatan ekonomi bangsa yang kini menjadi primadona dunia. Kekuatan ekonomi gelombang keempat.
Dari beragam sektor di bidang ekonomi kreatif, anak-anak muda ini bergerak. Di sektor fashion, kota Makassar banyak melahirkan bibit talenta yang kuat. Akbar Jura misalnya. Pemilik butik “House of Lontara” ini merupakan sosok muda yang mampu melakukan terobosan dalam seni membatik dengan meracik tema lokal khas Makassar yakni Batik Lontara.
Hasil kreativitas ini kemudian menggugah pemerintah kota (Pemkot) Makassar untuk memberi dukungan penuh. Tidak tangung-tanggung, Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto kemudian memperkenalkan dan mengangkat Batik Lontara menjadi heritage Indonesia ke depan. Melalui Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif, gagasan ini kemudian mulai diimplementasikan. Tema besar yang diusung adalah menjadikan Batik Lontara sebagai komoditi andalan sekaligus sebagai ajang promosi wisata.
Di tempat lain, di kawasan Pasar Segar Panakukang, Makassar, sekelompok anak muda membuka sebuah bisnis café yang terbilang unik. Dengan tag line “My Love Coffee is My Culture”, anak-anak muda ini mengusung kreatitivitas sekaligus idealisme mereka. Café ini tidak saja menyajikan menu kopi biasa, namun juga meraciknya dengan khas lewat para barista (peracik kopi). Jenis kopi yang dipergunakan pun merupakan jenis kopi kelas satu dari daerah penghasil kopi dunia seperti kopi Kalosi di Enrekang dan kopi Toraja.
Salah satu yang cukup unik dari gerakan anak-anak muda ini adalah mereka tidak saja terjung langsung dalam memilih dan memilah jenis kopi langsung di daerah asalnya, tapi juga melakukan penyuluhan pada para petani kopi tentang bagaimana melakukan budidaya kopi yang berkualitas. Tidak sampai disitu saja, mereka bahkan ingin turut serta dalam melestarikan dan merawat kelangsungan tanaman kopi sebagai produk unggulan komoditas maupun produk budaya di Indonesia.
“Untuk mewujudkan hal itu, kami sudah membeli lahan di Propinsi Sulawesi Tengah sebagai lahan perkebunan kopi”, ungkap Fitri Mattaliu, penggagas bisnis café bernuansa idealisme kultural ini.
Passion, kecintaan serta kerja idealisme memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerak kekuatan ekonomi kreatif ini. Menurut Fitri Mattaliu yang juga seorang fotografer handal, hal yang sangat diperlukan untuk tumbuh suburnya kekuatan kreativitas dalam ekonomi kreatif ini adalah atmosfir yang tak direcoki berbagai aturan. “Mereka hanya butuh iklim yang kondusif untuk berkarya, syukur-syukur bila pemerintah juga ikut mendukung” tegas Fitri. Karena bagaimanapun, yang dibutuhkan ekonomi kreatif ini adalah ruang kreatif untuk berkarya.
Corat-Coret yang Go International
SEKTOR ekonomi kreatif yang berkembang pesat saat ini telah merambah ke pelbagai kota di seluruh Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar. Di kota ini, tepatnya jalan Arif Rate, penulis mengunjungi Kafe Ezpresso untuk mencoba berbaur dan menikmati antusias para pelaku ekonomi kreatif. Salah satunya adalah Randy Rajavi – sosok pemuda kelahiran Ujung Pandang, 19 Agustus 1986 – yang merupakan salah satu dari sekian graphic designers asal Makassar yang telah Go International.
Sebagai salah seorang pelaku indsutri kreatifitas di Makassar tepatnya industri jasa pembuatan logo atau ikon suatu organisasi atau perusahaan, Randy (sapaan akrab Randy Rajavi) memiliki cerita yang menarik dibalik proses dia menjadi salah satu Graphic Designer muda yang masterpiece-nya laris manis di pasar internasional.
Dengan antusias, Randy bercerita bahwa pertama kali dia mengikuti perlombaan tingkat lokal yaitu Sayembara Logo Makassar dan Logo Persatuan Sepakbola Makassar (PSM). Namun, Randy akhirnya gagal memenangkan dua sayembara tersebut dan hanya menjadi finalis di dua perlombaan tersebut. Rasa kecewa sama sekali tidak terbesit dalam hati Randy, tetapi justru menjadi motivasi dia untuk terus belajar menggeluti hobi yang menjadi profesi dia yaitu dunia desain, khususnya Artwork, Digital Images, dan Logo.
Hobi Randy ini bermula sejak dia masih berumur lima tahun dimana dia senang sekali mewarnai buku bergambar dan di usia tersebutlah dia sangat tertarik oleh warna-warna. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), secara kebetulan kakak Randy menggambar logo grup musik Van Halen menggunakan applikasi Corel Draw. Randy melihat aktifitas kakaknya kemudian dia pun tertarik dengan desain logo menggunakan Corel Draw. Sejak saat itulah, Randy kemudian mencoba belajar secara otodidak serta mencari referensi dari internet dalam proses pembelajarannya.
Sampai tahun 2008, Randy hanya menggunakan perangkat yang cukup sederhana untuk seorang Graphic Designer yaitu komputer Pentium III dengan VGA 64Bit, dan RAM 1GB. Namun, ini bukan menjadi halangan untuk Randy menjadi pemuda kreatif dalam menghasilkan karya-karya yang ciamik. Sebagai contoh karya yang dibuat melalui perangkat sederhana tersebut adalah Randy berhasil memenangkan sayembara logo Sun Tea dari Amerika Serikat yang dimeriahkan oleh 138 desainer dari seluruh dunia dengan 434 desain logo dalam sayembara tersebut.
Desain logo Sun Tea yang diciptakan oleh Randy juga terpampang jelas di salah satu mobil peserta perlombaan balapan ternama di Amerika, The National Association for Stock Car Auto Racing (NASCAR). Kemudian, Randy memenangkan sayembara logo organisasi bernama Ocounco (Puerto Rico) yaitu organisasi yang bergerak dalam bidang pelesetarian dan perlindungan flora dan fauna langka di Puerto Rico. Prestasi Randy pun kemudian dilengkapi dengan memenangkan sayembara logo dari KelleyNorcia (Connecticut), Eilleen’s (Australia), World War Brew (Amerika), dan Alte Bäckerei (Austria). Sumbangsih besar Randy dalam merangsang industri kreatifitas Makassar dan juga megharumkan nama kota Makassar dalam tingkat Asia adalah memenangkan sayembara logo yang diselenggarakan oleh Moto of Sport dari Taiwan.
Prestasi yang telah ditorehkan oleh Randy di sektor ekonomi kreatif, khususnya desain grafis logo, patut kita beri apresiasi utamanya dampak positif yang disumbangkan oleh Randy dalam mengharumkan nama Makassar di kancah internasional yang sarat kompetisi. Prestasi yang diraih oleh Randy ini tidak terlepas dari dukungan moril keluarganya serta wanita yang dia kasihi yang bernama Nabila Zahra.
Dengan sikap low profile-nya, Randy berujar bahwa mesikipun dia telah berhasil memenangkan beberapa sayembara internasional, namun ada juga beberapa desainer grafis Makassar yang bahkan telah dikontrak oleh perusahaan-perusahaan asing seperti dari Amerika, Kanada. Ke depan, Randy berharap bahwa Pemerintah Kota Makassar seyogyanya mendukung langsung para desainer grafis di Makassar melalui program-program yang menarik misalnya program beasiswa belajar ke luar negeri. [M. Yushar M]
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SmartCity Magazine edisi ke 5 Agustus 2015
Comment